Al-Qur'an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril dalam bahasa Arab dengan segala macam kekayaannya dan bahasa-Nya. Didalamnya terdapat penjelasan mengenai dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku. Menuntun manusia ke jalan yang lurus dalam berfikir dan beramal. Namun, Allah SWT tidak menjamin perincian-perincian dalam masalah-masalah itu sehingga banyak lafal al-Qur'an yang membutuhkan tafsir. Apalagi sering digunakan susunan kalimat yang singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafazh yang sedikit saja dapat terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah diperlukan penjelasan yang berupa tafsir al-Qur'an.
Secara garis besar ada tiga sumber utama yang dirujuk oleh para sahabat dalam menafsirkan al-Qur'an:
1. Al-Qur'an itu sendiri karena terkadang satu hal yang dijelaskan secara global disatu tempat dijelaskan secara terperinci di ayat lain.
2. Rasulullah saw semasa masih hidup para sahabat dapat bertanya langsung pada beliau tentang makna suatu ayat yang tidak mereka pahami atau mereka berselisih paham tentangnya.
3. Ijtihad dan pemahaman mereka sendiri karena mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat memahami makna perkataan dan mengetahui aspek kebahasaannya.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang pendidikan dimana kami akan menafsirkan yang terkait hubungannya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Pada makalah ini kami akan menafsirkan:
a. Menafsirkan QS. Al-Isra: 23-24
b. Menafsirkan QS. Adz-Dzariyat : 56
c. Menafsirkan QS. Ar-Rahman: 33
A. Surah al-Isra ayat 23-24
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".”
1. Tafsir Mufradat
4Ó|Ós%ur | : | Dan telah memutuskan |
y7/u wr& | : | Rabbmu supaya janganlah, lafaz Alla berasal dari gabungan antara an dan la |
(#ÿrßç7÷ès? HwÎ) çn$Î) | : | Kalian menyembah selain dia dan hendaklah kalian berbuat baik |
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $·Z»|¡ômÎ) | : | Pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya yaitu dengan berbakti kepada keduanya |
$¨BÎ) £`tóè=ö7t x8yYÏã uy9Å6ø9$# !$yJèdßtnr& | : | Jika salah seorang diantara keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, lafaz ahaduhuma adalah fa’il |
÷rr& $yJèdxÏ. | : | Atau keduanya, dan menurut suatu qiraat lafaz yablughanna dibaca ya blughaani dengan demikian maka lafaz ahaduhuma menjadi badal daripada alif lafaz yablughani |
xsù @à)s? !$yJçl°; 7e$é& | : | Maka sekali-kali kamu janganlah mengatakan “ah” kepada keduanya |
wur $yJèdöpk÷]s? | : | Dan janganlah kamu membentak mereka, jangan kamu menghardik keduanya |
@è%ur $yJßg©9 Zwöqs% $VJÌ2 | : | Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, perkataan baik dan sopan. |
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# | : | Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua |
z`ÏB ÏpyJôm§9$# | : | Dengan penuh kesayangan |
@è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. | : | Dan ucapkanlah: wahai Rabbku, kasihanilah mereka keduanya, sebagaimana keduanya mengasihiku sewaktu |
ÎT$u/u #ZÉó|¹ | : | Mereka berdua mendidik aku waktu kecil.[1] |
2. Tafsir dan Pokok Kandungan Ayat[2]
Kelompok ayat ini berbicara tentang kaidah-kaidah etika pergaulan dan hukuman timbal balik. Kandungan ayat-ayat ini juga menunjukkan betapa kaum muslim memiliki kedudukan yang sangat tinggi dibanding dengan kaum yang mempersekutukan Allah, dan yang oleh ayat yang lalu dilarang untuk dianut kepercayaannya oleh siapapun.
Thahir Ibn ‘Asyur menilai ayat ini dan ayat-ayat berikut merupakan rincian tentang syariat Islam yang ketika turunnya merupakan rincian pertama yang disampaikan kepada kaum muslimin di Mekkah.
Ayat di atas menyatakan dan tuhanmu yang selalu membimbing dan berbuat baik kepadamu telah menetapkan dan memerintahkan supaya kamu yakin wahai engkau nabi Muhammad dan seluruh manusia jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbakti kepada kedua orang tua yakni ibu bapak kamu dengan kebaktian sempurna. Jika salah seorang diantara keduanya-duanya berada disisimu yakni berada dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” atau suara dan kata yang mengandung makna kemarahan atau pelecehan atau kejemuan- walau sebanyak dan sebesar apapun pengabdian dan pemeliharaanmu kepadanya dan janganlah engkau membentak keduanya menyangkut apapun yang mereka lakukan-apalagi melakukan yang lebih buruk dari yang membentak bahkan dalam setiap percakapan dengannya perkataan yang mulia yakni perkataan yang baik, lembut dan penuh kebaikan serta penghormatan.
Pada surah al-Isra ayat 23 diatas ditunjukkan kepada kaum muslimin, sehingga kata (قضى) menetapkan lebih tepat untuk dipilih, berbeda dengan ayat al-an’am yang ditunjukkan kepada kaum musyrikin. Dengan demikian tentu saja lebih tepat bagi mereka menyampaikan apa yang dilarang Allah, yakni mempersekutukannya.
Ketika menafsirkan QS. An-Nisa: 36, penulis telah merinci kandungan makna (احسانا) Ihsana. Disana antara lain penulis kemukakan bahwa al-Qur'an menggunakan kata ihsana untuk dua hal. Pertama, memberi nikmat kepada pihak lain, dan kedua perbuatan baik.
Penulis juga kemukakan bahwa al-Qur'an menggunakan kata penghubung (بـ) bi ketika berbicara tentang berbakti kepada ibu bapak. Padahal bahasa membenarkan penggunaan (لـ) yang berarti untuk dan (إلى) yang berarti kepada untuk menghubung kaa itu.
Ayat di atas menyebut secara tegas kedua orang tua atau salah seorang diantara keduanya saja dalam firman-Nya. Jika salah seorang diantara keduanya mencapai ketentuan disisimu walaupun akan mencapai ketentuan (usia lanjut) berbentuk tunggal. Hal ini untuk menekankan bahwa apapun keadaan mereka, berdua atau sendiri maka masing-masing harus mendapat perhatian dari anak.
Kata (كريما) biasa diterjemahkan mulia. Kata ini terdiri dari huruf-huruf kaf, ra dan mim yang meniru pakar-pakar bahasa mengandung makna yang mulia atau terbaik sesuai objeknya. Bila dikatan rizqun karim maka yang dimaksud adalah rezeki yang halal dalam perolehan dan manfaatnya serta memuaskan dalam kualitas dan kuantitasnya.
Pada surah al-Isra ayat 24 ini masih lanjutan tuntutan bakti kepada ibu bapak. Tuntunan ini melebihi dalam peringatan dengan tuntutan yang lalu. Ayat ini memerintahkan anak bahwa, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua didorong oleh karena rahmat kasih sayang kepada keduanya, bukan dia takut atau mau dicela orang bila tidak menghormatinya dan ucapkanlah berdoalah secara tulus: “Wahai Tuhanku, yang memelihara dan mendidik antara lain dengan menanamkan kasih pada ibu bapakmu, kasihanilah mereka sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil”.
Doa kepada ibu bapak yang diperintahkan disini menggunakan alasan (kamarobbayaani shogiro) dipahami oleh sementara ulama dalam arti karena disebabkan mereka telah mendidikku waktu kecil. Bukan sebagaimana mereka telah mendidikku waktu kecil. Ayat di atas juga menuntun agar anak mendoakan orang tuanya. Hanya saja ulama menegaskan bahwa dia kepada orang tua yang dianjurkan disini ialah bagi yang muslim, baik masih hidup ataupun telah wafat; sedang bila dianjurkan disini ialah bagi yang muslim, baik masih hidup maupun telah wafat; sedang bila ayah atau ibu yang tidak beragama Islam telah wafat, maka terlarang bagi anak untuk mendoakannya.
3. Munasabah Ayat
Korelasi antara ayat pada surah al-Isra yang membicarakan tentang pengabdian kepada orang tua. Sangatlah berkaitan erat. Berbakti kepada kedua orang tua adalah suatu kewajiban seorang anak. Beberapa hadis yang menerangkan tentang pengabdian terhadap orang tua yaitu:[3]
v Rasulullah saw ditanya, “Apakah setelah kematian (orang tua) kelak, (anak) masih bisa berbakti kepada orang tua?” beliau menjawab, “Ya! Dengan cara menghadiahkan sholat untuk mereka dan memohonkan ampunan bagi mereka, menunaikan janji mereka, membayar hutang mereka dan menghormati sahabat-sahabat mereka!”.
v Seseorang mendatang Nabi Muhammad saw, mengadukan ihwal ayahnya, Nabi meminta agar sang ayah juga menghadapnya. Setelah bertemu Nabi Muhammad, sang ayah yang sudah tua itu bertutur, “Ketika aku masih muda, kuat dan kaya, aku sering membantu anakku, tetapi ia sudah kaya ia tidak mau menolongku!” mendengar ungkapan orang tua itu Rasulullah saw menangis sambil berkata, “Tidak ada batu dan pasir yang tidak menangis mendengar cerita ini!” kemudian Rasulullah berkata pada si anak, “Kamu dan kekayaanmu adalah milik ayahmu!”
v Disebuah riwayat, ada seorang lelaki memanggil ibunya di atas pundaknya dan melakukan thawaf saat itu nabi Muhammad saw melihatnya, orang yang memanggil ibunya itu kemudian bertanya kepada Rasulullah saw, “apakah aku telah berbakti kepadanya?” bahkan dirimu belum membalas jasanya, meski satu rintihan ketika ibumu melahirknmu!”.
4. Penjelasan ayat dengan hadits terkait
Surah Al-Isra’ ayat 23 menjelaskan tentang kaitan in teraksi dan moral, tanggung jawab pribadi dan sosial, mengaitkannya dengan akidah keesaan Allah. Di dalam ayat ini juga diperintah mengesakan/ menyembah Allah. Karena-Nyalah bisa mendapatkan bimbingan untuk bisa selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, bersabar lemah-lembut dan sopan. Sesuai dengan hadits nabi SAW.
رِضَاالله ُفِي رِضَااْلوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِي سُخْطُ اْلوَالِدَيْنِ
“Ridha Allah tergantung ridha kedua orang tua, dan murka Allah tergantung kepada murka kedua orang tua.”
اَلْجَنَّةُ تَحْنَ اَقْدَمِ اْلاُمَهَاتِ
“Surga itu dibawah telapak kaki ibu”
Surah al-Isra ayat 24 merupakan lanjutan tuntunan berbakti kepada ibu bapak. Tuntunan kali ini melebihi dalam peringkatnya dengan tuntunan yang lalu. Ayat ini memerintahkan anak untuk merendahkan diri terhadap kedua orang tua dengan rasa kasih sayang, menghormati dan selalu mendoakan kepada kedua orang tua.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Malik bin Rabiah yang menceritakan, tatkala pada suatu ketika aku duduk bersama Rasulullah SAW datanglah kepada seorang sahabat Anshar serta bertanya “Ya Rasulullah, masihkah ada sesuatu kewajiban atas diriku terhadap kedua ayah dan ibuku setelah mereka mati” Rasulullah SAW menjawab:
“Ada empat macam kewajiban yaitu, menyembahyangi jenazah mereka dan beristigfar (memohonkan ampun) bagi mereka, melunasi dan melaksanakan janji-janji mereka, menghormati teman dan kawan-kawan mereka dan bersilaturrahmi kepada sanak keluarga mereka, itulah yang masih engkau buktikan kepada ayah ibumu sesudah mereka tiada.”
Dari ayat dan hadits ini menerangkan bahwa anak itu harus merendahkan diri dihadapan kedua orang tua dengan kasih sayang bukan dengan malu, takut dicela orang kalau tidak menghormatinya, dan dalam berbakti kepada kedua orang tua bukan hanya sewaktu masih hidup, tetapi masih ada kewajiban berbakti kepada kedua orang tua setelah mereka meninggal.
5. Kesimpulan Isi Ayat
Surah al-Isra ayat 23 mempunyai arti penting bagi pendidikan seorang anak. Yaitu awal tuntunan berbakti kepada kedua orang tua dengan perkataan yang mulia. Dilanjutkan dengan surah al-Isra ayat 24 tuntunan yang melebihi peringkatnya dengan tuntunan yang lalu (Surah al-Isra ayat 23) selain berkata dengan perkataan yang mulia, anak diperintah untuk merendahkan diri terhadap kedua orang tua dengan penuh rahmah sampai pada mendoakannya sewaktu masih hidup atau sesudah mereka meninggal, anak masih mempunyai kewajiban untuk berbakti kepada kedua orang tua. Dan diajarkan pula dalam surah ini, penanaman aqidah tauhid tentang mengesakan Allah terhadap pribadi anak.
B. Surah adz-Dzariyat ayat 56
Artinya : “56. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
1. Tafsir Mufrodat dan Kandungan Ayat
Didahulukannya penyebutan kata (الجن) Jin dari kata (الإنس) manusia karena jin memang lebih dahulu diciptakan Allah dari pada manusia.
Huruf (ل) pada kata (ليعبدون) bukan berarti agar supaya mereka beribadah atau agar Allah disembah, huruf lam disini sama dengan huruf lam dalam firman Allah SWT:
Artinya : “8. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya Dia menja- di musuh dan Kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Ha- man beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah.”
Bila huruf lam pada liyakuna dipahami dalam arti agar supaya, maka di atas seperti: maka dipungutlah dia oleh keluarga fir’aun agar supaya dia Musa yang dipungut itu menjadi musuh dengan kesedihan bagi mereka.
Thabathaba’I memahami huruf lam pada ayat yang ditafsirkan dalam arti agar supaya, yakni tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk beribadah. Ulama ini menulis bahwa tujuan apapun bentuknya adalah sesuatu yang digunakan oleh yang bertujuan untuk menyempurnakan apa yang belum sempurna baginya atau menanggulangi kebutuhan/ kekurangannya. Tentu saja hal ini mustahil bagi Allah SWT, karena dia tidak memiliki kebutuhan. Dengan demikian tidak ada lagi baginya yang perlu disempurnakan. Namun disisi lain, suatu perbuatan yang tidak memiliki tujuan adalah perbuatan sia-sia yang perlu dihindari.[4]
Mengapa, hai Muhammad, kamu diperintahkan untuk memperingatkan umat manusia? Kamu diperintahkan untuk memperingatkan bahwa jin dan manusia tidak diciptakan kecuali untuk beribadat kepada-Ku.
Jin dan manusia dijadikan oleh Allah untuk beribadat kepada-Nya. Tegasnya, Allah menjadikan kedua makhluk itu sebagai makhluk-makhluk yang mau beribadat, diberi akal dan panca indera yang mendorong mereka menyembah Allah, untuk beribadatlah tujuan mereka diciptakan.[5] Dengan demikian, ibadah yang dimaksud disini lebih luas jangkauannya daripada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas kekahlifahan termasuk dalam makna ibadah dan dengan demikian hakekat ibadah mencakup dua hal pokok.
Pertama : kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap insan.
Kedua : mengarah kepada Allah dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam hidup.
2. Munasabah ayat
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Alla Azza wa Jalla berfirman.”[6]
Artinya : “Hai anak Adam, luangkanlah waktu untuk beribadah kepada-Ku, aku akan memenuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku akan menutupi kemelaratanmu. Dan bila kamu tidak melakukannya, maka Aku akan mengisi hatimu dengan kesibukan dan Aku tidak akan menutupi kemelaratanmu.”
3. Penjelasan ayat dengan hadits terkait
Surah az-Dzariyat ayat 56 menerangkan bahwa jin dan manusia itu diciptakan hanyalah untuk menyembah-Nya (ibadah). Dalam hal ini menuntut ilmu juga termasuk ibadah. Dalam hadits nabi Muhammad SAW:
“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk memberikan kebaikan niscaya orang itu akan memperdalam agama Islam.”
Dari ayat dan hadits ini menerangkan bahwa manusia diciptakan hanyalah untuk menyembah (ibadah) kepada-Nya. Dan hanya dengan hidayah (kebaikan)-Nya, manusia itu bisa memperdalam agama Islam.
4. Pokok kandungan ayat dengan kependidikan
Kaitannya dengan pendidikan ayat ini mengajarkan segala aktivitas manusia itu dikerjakan hanyalah semata-mata karena-Nya, misalnya: menuntut ilmu hanyalah karena-Nya.
C. Surah ar-Rahman ayat 33
Artinya : “33. Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”
1. Tafsir mufrad dan pokok kandungan ayat
u|³÷èyJ»t Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù | : | Hai jamaah jin dan manusia jika kalian sanggup menembus (melindasi). |
ô`ÏB Í$sÜø%r& | : | Penjuru |
ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù | : | Langit dan bumi, maka lindasilah perintah disini mengandung makna yang menunjukkan ketidak mampuan mereka untuk melakukan hal tersebut |
4 w cräàÿZs? wÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 | : | Kalian tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan dan kalian tidak akan mempunyai kekuatan itu.[7] |
Allah berfirman, “Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru langit, maka lintasilah kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan”. Yaitu, kamu keadaan kamu.[8] Kamu tidak akan sanggup memisahkan dan melarikan diri dari hukum-Nya terhadap kamu. Kemana saja kamu pergi, maka dian mengetahui kamu dan hal ini terjadi pada suasana mahsyar nanti, para malaikat dikala itu mengelilingi semua hamba Allah. Hal ini seperti firman-Nya
Artinya : “10. Pada hari itu manusia berkata: "Ke mana tempat berlari?" 11. Sekali-kali tidak! tidak ada tempat berlindung! 12. Hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali.”
2. Penjelasan ayat dengan hadits terkait
Ayat ini merupakan bentuk tantangan Allah kepada sekelompok jin dan manusia yang akan menghindar dari pertanggung jawaban/ hukum Allah. Jin dan manusia tidak akan bisa menembus penjuru-penjuru langit dan bumi melainkan dengan kekuatan Allah.
Dalam hadits Nabi Muhammad SAW :
ومن سلك طريق يلتمس فيه علما يهل الله طريق الى الجنة (رواه البخارى ومسلم)
Artinya:
“Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.”
3. Pokok kandungan ayat dengan pendidikan
Kaitannya dengan pendidikan ayat ini mengajarkan dalam menuntut ilmu itu harus dengan niat yang benar, supaya diberikan jalan (dimudahkan) oleh Allah.
Kesimpulan
1. QS. Al-Isra ayat 23-24
1) Kewajiban seorang anak kepada kedua orang tua adalah dengan berbakti kepada kedua orang tua yaitu selalu mengucapkan kata-kata yang sopan dan lembut, memberlakukannya dengan baik apabila sudah lansia.
2) Perintah untuk merendahkan diri terhadap kedua orang tua dengan kasih sayang, tidak dengan rasa malu, takut dicela orang kalau tidak menghormatinya dan anak diperintahkan untuk mendoakan kedua orang tua.
3) Tujuan pendidikan adalah membuat pribadi manusia kearah yang lebih baik (maksimal), misalnya dari segi akhlak, aqidah, kecerdasan.
2. QS. Adz-Dzariyat ayat 56
Segala sesuatu yang dikerjakan hanyalah semata-mata karena-Nya, karena Dia-lah yang menciptakan semua kehidupan di alam.
3. QS. Ar-Rahman ayat 33
1) Jin dan manusia tidak akan bisa menghindar dari hukum atau peradilan Allah.
2) Agar dimudahkan dalam menuntut ilmu harus dengan niat yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru algensindo Offset, 2004
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003
Mohsen Qaraati, Tafsir Untuk Anak Muda, Jakarta: Al-Huda, 2005
Teungku Muhammad Hasbi ashShiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000
Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsur, Jakarta: Gema Insan Press, 2000
[1] Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Bandung: Sinar Baru algensindo Offset, 2004, hlm.1136-1137
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2003, hlm.442-447
[3] Mohsen Qaraati, Tafsir Untuk Anak Muda, Jakarta: Al-Huda, 2005, hlm.54
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir….,hlm.109
[5] Teungku Muhammad Hasbi ashShiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid An-Nuur, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000, hlm.3972
[6] Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsur, Jakarta: Gema Insan Press, 2000, hlm.481
[7] Imam Jalaludin Al-Mahalli dan Imam Jalaludin as-Suyuthi, Tafsir Jalalain…., hlm.3977
[8] Muhammad Nasib ar-Rifa’I, Ringkasan…., hlm.546
0 komentar:
Posting Komentar