A. Gadai
1. Pengertian gadai
Proses penitipan/penyerahan suatu barang berharga dari seseorang kepada orang lain/ lembaga sebagai jaminan dalam utang-piutang disebut gadai. Kalau tempat penitipannya itu berupa lembaga, maka kita kenal dengan sebutan “Pegadaian”.
Hal ini berdasarkan pada firman Allah SWT.:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang.”(Q.S. Al-Baqarah/2: 283)
Hadis Nabi saw. yang diriwayatkan dari Anas:
Artinya:
“Rasulullah saw., menyerahkan barang jaminan berupa baju besi kepada orang Yahudi di Madinah sewaktu beliau berutang gandum untuk keluarganya.”
(H.R. Ahmad al-Bhukari dan an-Nasai)
2. Hukum gadai
Dari penjelasan ayat dan hadis tersebut para ulama fikih menetapkan hukum gadai adalah sunah bagi yang memberikan utang dan mubah bagi yang berutang.
B. Upah
1. Pengertian Upah
Ijarah atau upah adalah memberikan sesuatu baik berupa uang atau barang kepada seseorang sebagai ganti atas jasa mengerjakan pekerjaan tertentu dengan batas waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
2. Hukum memberi upah
Firman Allah SWT.:
Artinya:
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya.”( Q.S. at-Talaq/65: 6)
Rasulullah saw. juga mewajibkan setiap umat Islam untuk memberikan upah kepada siapa saja telah memberikan jasa atau manfaatkan kepada kita. Sebaliknya Rasullullah saw. mengancam orang-orang yang telah memanfaatkan tenaga dan jasa seseorang, tapi tidak mau memberi upahnya dengan memasukkan mereka ke dalam tiga golongan yang akan menjadi musuh Rasulullah saw.
Dari ayat di atas Allah memerintahkan kepada kita untuk memberika upah kepada orang-orang yang telah selesai melakukan tugas yang kita bebankan kepada mereka. Kecuali jika pemilik jasa atau pekerja tersebut mengerjakan pekerjaannya dengan suka rela tanpa minta imbalan apapun.
3. Syarat-syarat ijarah (upah)
Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Jelasnya pekerjaan yan harus dikerjakan.
b. Pekerjaannya tidak melanggar ajaran Islam.
c. Jelasnya upah atau imbala yang akan diterima oleh pihak kedua.
4. Rukun ijarah atau upah
Akad atau transaksi upah adalah alat yang terjadi antara dua belah pihak dengan didukung faktor-faktor yang lain, jika salah satunya tidak ada maka transaksi tersebut tidak bisa dikategorikan sebagai transaksi upah. Dalam Islam, semua komponen tersebut disebut dengan rukun.
Rukun-rukun dalam transaksi upah adalah sebagai berikut:
a) Adanya orang yang membutuhkan jasa.
b) Adanya pekerja.
c) Adanya jenis pekerjaan yang harus dikerjakan.
d) Adanya upah.
C. Hiwalah
1. Pengertian hiwalah
Hiwalah adalah memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain.
2. Hukum hiwalah
Dasar dibolehkannya transaksi hiwalah adalah hadis di bawah ini.
Rasulullah saw. bersabda:
Artinya:
“Orang yang mampu membayar utang apabila salah seorang dari kamu memindahkan utangnya kepada orang lain hendaklah diterima pemindahan-pemindahan itu. “
(H.R. Ahmad Baihaki).
3. Rukun hiwalah
a) Adanya muhil
b) Adanya muhal
c) Adanya muhal alaih
d) Adanya utang muhil kepada muhal
e) Adanya utang muhal alaih kepada muhil
f) Adanya sighot (lafal yang diucapkan dalam transaksi).
4. Syarat hiwalah
Syarat hiwalah antar lain sebagai berikut:
a) Kerelaan antara muhil dan muhal
b) Persamaan besar utang antara muhil kepada muhal dan utang muhal alaih kepada muhil
c) Kesamaan jenis pembayaran utang.
D. Luqathah
1. Pengertian luqathah
Luqathah menurut bahasa artinya barang temuan. Sedangkan menurut istilah syar’i luqathah ialah barang yang ditemukan di suatu tempat dan tidak diketahui pemilik barang tersebut
2. Hukum laqathah
a) Wajib (mengambil barang itu)
Jika seseorang menemukan barang yang tidak diketahui pemiliknya ia berkewajiban mengambil barang tersebut jika ia mempunyai keyakinan, seandainya tidak diambil, maka barang itu akan hilang dan sia-sia. Maksudnya hilang atau sia-sia adalah, jika barang itu ditemukan oleh orang lain ia yakin barang itu akan hilang dengan percuma dan orang yang menemukannya tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya. Dalam kondisi seperti itu, jika ia yakin bahwa dirinya yakin bisa amanah dan menjalankan kewajiban yang berkenaan dengan barang tersebut maka hukumnya adalah wajib mengambil barang tersebut.
b) Sunah
Jika seseorang menemukan barang dan ia merasa sanggup memeliharanya dan sanggup mengumumkannya kepada masyarakat selama satu tahun maka disunahkan baginya untuk mengambil barang tersebut.
c) Makruh
Jika seseorang menemukan barang dan ia tidak yakin bahwa dirinya mampu menjalankan amanah barang temuan dan khawatir ia akan khianat terhadap barang itu di kemudian hari maka baginya makruh untuk mengambil
3. Rukun laqathah
Rukun laqathah diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Orang yang mengambil barang tersebut
b) Adanya barang yang didapat atau ditemukan
E. Utang
1. Pengertian utang
Utang piutang ialah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar yang sama dengan itu.
Firman Allah SWT Q.S. Al-Maidah: 2
Artinya”
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
2. Hukum memberi utang
Memberi utang hukumnya sunnah bahkan dapat menjadi wajib, misalnya mengutangi orang yang terlantar tau yang sangat membutuhkannya. Memang tidak syak lagi bahwa hal ini adalah suatu pekerjaan yang sangat besar faedahnya terhadap masyarakat, karena tiap-tiap orang dalam masyarakat biasanya memerlukan pertolongan orang lain.
3. Rukun utang piutang
a) Adanya lafaz (kalimat mengutangi, seperti “saya utangkan ini kepada engkau” jawab yang berutang, “saya mengaku berutang kepada engkau”.
b) Adanya orang yang berpiutang dan yang berutang
c) Adanya barang yang diutangkan tipa-tiap barang yang dapat dihitung boleh dihutangkan. Begitu pula mengutangkan hewan, maka dibayar dengan jenis hewan yang sama.
Telaah Materi
A. Gadai
Dalam materi gadai di atas tidak disebutkan rukun dan syarat gadai, maka kami tambahkan rukun dan syarat gadai tersebut.
1. Rukun dan syarat gadai
a) Adanya akad ijab dan qabul.
b) Adanya akid yaitu orang yang menggadaian dan yang menerima gadai
c) Adanya barang yang dijadikan jaminan dengan syarat benda yang dijadikan jaminan dalam keadaan tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar
d) Adanya utang disyaratkan keadaan utang telah tetap.[1]
B. Upah
Tata cara transaksi upah menurut Islam:
a) Bagi pengguna jasa/majikan
Bagi pengguna jasa harus berperilaku yang baik dan santun kepada pekerja yang telah berjasa kepadanya karena tanpa bantuan mereka barang kali pekerjaan tidak akan selesai untuk itulah kita harus menaati perintah Allah dan Rasul-Nya seperti sebagai berikut:
1) Tidak boleh mengurangi upah yang telah disepakati
2) Ketika memberi upah hendaknya dengan sikap yang santun dan mengucapkan terima kasih
3) Tidak boleh memperlambat dalam pemberian upah tapi harus sesegera mungkin
4) Tidak boleh menipu upah dengan mencari-cari kesalahan pekerja
b) Bagi buruh atau pegawai
Seorang pegawai atau buruh pada hakekatnya adalah seseorang yang sedang mendapatkan kepercayaan atau amanat oleh sebab itu ia berkewajiban untuk mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik dan benar.[2]
C. Hiwalah
Rukun dan syarat hiwalah menurut Hanafi, bahwa rukun hiwalah hanya satu yaitu ijab dan qabul yang dilakukan antara yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah. Adapun syarat-syarat hiwalah menurut hanafiyah ialah:
1. Yang memindahkan utang adalah orang yang berakal maka batal hiwalah yang dilakukan dalam keadaan gila atau masih kecil
2. Yang menerima hiwalah adalah orang yang berakal maka batalah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal
3. Yang dihiwalahkan juga harus orang berakal dan disyaratkan pula dia meridhoinya
4. Adanya utang muhil kepada muahal alaih
Adapun menurut Syafi’i rukun hiwalah itu ada 4, yaitu:
1. Muhil
2. Muhal
3. Muhal alaih
4. Sighot hiwalah
Sementara syarat-syarat hiwalah menutur Sayyid Sabiq adalah sebagai berikut:
1. Relanya pihak muhil dan muhal tanpa muhal alaih, jadi yang harus rela itu muhil dan muhal alaih.
2. Samanya kedua hak baik jenis maupun kadarnya, penyelesaiannya, tempo waktunya, kualitas dan kuantitasnya.
3. Stabilnya muhal alaih maka penghiwalahan kepada seorang yang tidak mampu membayar utang adalah batal
4. Bahwa hak tersebut diketahui secara jelas.[3]
D. Luqathah
Macam-macam benda yang diperoleh
Terdapat macam-macam benda yang dapat ditemukan oleh manusia, macam-macam benda temuan itu adalah sebagai berikut:
a. Benda-benda tahan lama yaitu benda-benda yang dapat disimpan dalam waktu yang lama contoh: emas, perak, pisau, gergaji, dan lain-lain
b. Benda-benda yang tidak tahan lama contoh: makanan, tepung, buah-buahan dan sebagainya
c. Benda-benda yang memerlukan perawatan seperti padi
d. Benda-benda yang memerlukan perawatan seperti binatang ternak.
Adapun binatang-binatang yang ditemukan oleh seseorang secara umum dapat dibagi 2, yaitu:
a. Binatang-binatang yang kuat yakni binatang-binatang yang mampu menjaga dirinya dari serangan binatang buas.
b. Binatang-binatang yang tidak dapat menjaga dirinya dari serangan binatang buas.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Jakarta: PT Raja Grapindo, 2003
Suhendi, H. Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grapindo, 2002
Sudarko, Fikih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX, Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2007
Rasyid, H. Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung: PT. Sinar Baru Algesindo, 2005
0 komentar:
Posting Komentar