TOLERANSI DALAM PERSPEKTIF AGAMA-AGAMA
Pada era globalisasi saat ini, umat beragama dihadapkan pada serangkaian tantangan yang tidak terlalu berbeda dari yang pernah ada sebelumya. Perbedaan agama adalah fenomena nyata yang ada dalam kehidupan, karena itu toleransi sangat dibutuhkan. Hampir semua orang tahu bahwa Islam adalah agama yang toleran terhadap pemeluk agama dan kepercayaan lain. Sebab dalam pandangan Islam setiap orang wajib dihormati kebebasannya dalam menentukan jalan hidupnya. Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang sering kali dipertentangkan dalam kehidupan manusia. Secara khusus dalam komunitas yang beragam dan akan lebih rumit ketika dibicarakan dalam wilayah agama.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa
kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak seorang pun yang boleh mencabutnya. Demikian juga sebaliknya, toleransi antar umat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satu pihak. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Untuk dapat mempersandingkannya dibutuhkan pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari.
A. Pengertian Toleransi
Toleransi dalam bahasa Arab disebut “tasamuh” artinya bermurah hati, yaitu bermurah hati dalam pergaulan. Kata lain dari tasamuh ialah “tasahul” yang berarti bermudah-mudah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal dari kata “toleran” berarti bersikap atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya.
WJS. Poerwadarminta mengartikan toleransi dengan kelapangan dada, dalam arti suka rukun kepada siapapun, membiarkan orang lain berpendapat atau berpendirian lain, tak mau mengganggu kebebasan berpikir dan keyakinan orang lain”.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa toleransi mengajarkan, hendaknya kita mempunyai sifat-sifat lapang dada, berjiwa besar, luas pemahaman, pandai menahan diri, tidak memaksakan kehendak sendiri, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berpendapat sekalipun berbeda dengan pendapat kita. Kesemuanya itu adalah dalam rangka menciptakan kerukunan hidup beragama dalam masyarakat.
Jadi toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai dengan sabar, menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil (mencampuradukkan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat terlarang dilakukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan alasan adalah toleransi padahal itu merupakan sikap sinkretisme yang dilarang oleh Islam. Sinkretisme adalah membenarkan semua agama.
B. Toleransi Dalam Perspektif Agama Islam
Toleransi juga diajarkan dalam Agama Islam, bahkan dalam Islam termasuk ajaran yang sangat prinsip. Hal ini dapat dipahami dari Misi Agama Islam itu sendiri, yang mana Islam itu sendiri bermakna damai, yaitu damai dengan sesama manusia dan malah dengan makhluk lainnya. Dengan demikian ajaran toleransi, sudah terkandung dalam penamaan Islam itu sendiri.
Berlaku baik dengan sesama manusia memang sangat dianjurkan Islam. Begitu pula halnya dalam menyebarkan agama. Islam jauh-jauh sudah mengingat¬kan agar jangan memaksakan keyakinan/agamanya kepada orang lain, sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 256.
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya is Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Adapun yang dimaksud Thaghut dalam ayat di atas ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT.
Menurut riwayat Ibnu Abbas, asbabun nuzul ayat di atas berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang dia sendiri beragama Islam. Ia bertanya kepada Nabi saw : Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat padaku dan tetap ingin beragama Nasrani. Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat di atas, bahwa tidak ada paksaan dalam Islam?"
Islam sangat menghargai eksistensi agama lain dan begitu pula dengan penganutnya. Dalam sejarah Islam tidak pernah memaksakan keyakinannya ke-pada orang lain.
Pemaksaan dalam bentuk apapun agar orang lain beriman sesuai dengan agama yang memaksa adalah tindakan tidak etis dan bertentangan dengan kemauan atau kehendak Allah. Ada beberapa ayat yang dapat menuntun umat Islam untuk mengembangkan konsep kerukunan antara sesama umat manusia. Misalnya Qur'an Surat Ali Imran ayat 103 :
Artinya :“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Selain penjelasan dari al-Qur’an masalah toleransi juga ditemui dalam hadits. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku nabi sehari-hari dalam bergaul dengan pe¬meluk agama lain.
Di antara contoh perbuatan nabi yang berkaitan dengan toleransi, misalnya pada suatu ketika datang menghadap beliau di Madinah beberapa orang delegasi Kristen dari Najran yang diketuai seorang pendeta besar. Delegasi itu beliau sambut dengan cara yang sangat hormat. Beliau buka Jubahnya dan dibentang¬kan di lantai untuk tempat duduk para tamunya itu, sehingga mereka kagum terhadap penerimaan yang luar biasa sopannya. Kemudian ketika datang waktu sem¬bahyang mereka, sedang gereja tidak ada di Madinah, maka Nabi mempersilahkan mereka sembahyang di Masjid Madinah menurut cara sembahyang mereka.
Dengan demikian semakin jelaslah ajaran keru¬kunan dalam Islam, dan ajaran tersebut pada dasarnya bersumber dari al-Quran dan sunnah Rasul. Begitu komprehensifnya ajaran Islam sehingga bagaimana membina hubungan yang harmonis antara sesama manusia sehingga terjadi ketertiban dalam kancah kehidupan ini.
C.Toleransi Dalam Perspektif Agama Kristen Katholik
Dalam ajaran agama Katholik juga ditemui konsep tentang kerukunan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Konsili Vatikan II tentang sikap, Gereja terhadap, agama-agama lain didasarkan pada asal kisah rasul-rasul 17 : 26 sebagai berikut: “Adapun segala bangsa itu merupakan satu masyarakat dan asalnya pun satu juga, karena Tuhan menjadikan seluruh bangsa ma¬nusia untuk menghuni seluruh bumi."
Dalam bagian lain dari Mukadimah Deklarasi tersebut disebutkan : "Dalam zaman kita ini, di mana bangsa, manusia makin hari makin erat bersatu, hubungan antara bangsa menjadi kokoh, gereja lebih seksama mempertimbangkan bagaimana hubungannya dengan agama-agama Kristen lain. Karena tugasnya memeli¬hara persatuan dan perdamaian di antara manusia dan juga di antara para bangsa, maka di dalam deklarasi ini gereja mempertimbangkan secara istimewa apakah kesamaan manusia dan apa yang menarik mereka untuk hidup berkawan."
Deklarasi konsili Vatikan II di atas berpegang teguh pada hukum yang paling utama, yakni "Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan dengan segenap, hal budimu dan dengan segenap kekuatanmu dan kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri.
Isi deklarasi di atas menggambarkan bagaimana bahwa pada dasamya manusia itu memiliki hak yang sama, tidak boleh membeda-bedakannya mesti mereka berlainan agama. Sikap saling hormat-menghormati agar kehidupan menjadi rukun sangat dianjurkan.
D.Toleransi dalam Perspektif Agama Protestan
Sebagaimana halnya agama Kristen Katholik, dalam agama Protestan jugs menganjurkan agar antar sesama umat manusia selalu hidup rukun dan harmonis. Agama Protestan beranggapan bahwa aspek ke¬rukunan hidup beragama dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih yang merupakan norma dan pedoman hidup yang terdapat dalam Al Kitab. Hukum Kasih ter¬sebut ialah mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia.
Menurut agama Protestan, Kasih adalah hukum utama dan yang terutama dalam kehidupan. orang Kristen. Dasar kerukunan menurut agama Kristen Protestan didasarkan pada Injil Matins 22:37.
E.Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu
Dalam agama Hindu diajarkan pula tentang ma¬salah kerukunan. Pandangan agama Hindu untuk mencapai kerukunan hidup antarumat beragama, manusia harus mempunyai dasar hidup yang dalam agama Hindu disebut dengan Catur Purusa Artha, yang mencakup Dharma, Artha, Kama, dan Moksha.
Dharma berarti susila atau berbudi luhur. Dengan Dharma seseorang dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Artha, berarti kekayaan dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma. Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh berdasarkan Dharma. Moskha ber¬arti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya atman dari lingkaran samsara. Moskha merupakan tujuan akhir dari agama Hindu yang setiap saat selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha juga mesti berdasarkan Dharma. Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya kerukunan antarumat beragama. Ke¬empat dasar tersebut dapat memberikan sikap hormat-menghormati dan harga menghargai keberadaan umat beragama lain. Tidak saling mencurigai dan saling me¬nyalahkan.
F.Toleransi dalam Perspektif Agama Budha
Pandangan agama Budha mengenai kerukunan hidup umat beragama dapat dicapai dengan melalui 4 jalan kebenaran. Yakni :
1.Hidup adalah suatu penderitaan (dukha).
2.Penderitaan disebabkan karena keinginan yang rendah (samudaya).
3.Apabila keinginan rendah dapat dihilangkan maka penderitaan akan berakhir.
4.Jalan untuk menghilangkan keinginan rendah ialah dengan melaksanakan 8 jalan utama (1. Keper¬cayaan yang benar. 2. Niat/pikiran yang benar. 3. Ucapan yang benar. 4. Perbuatan yang benar. 5. Kesadaran yang benar. 6. Mata pencaharian/usaha yang benar. 7. Daya upaya yang benar. 8. Semadhi/ pemusatan pikiran yang benar).
Dalam pengajaran Budha Gautama kepada ma¬nusia telah dilaksanakan dengan dasar :
a.Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat ditembus oleh pikiran manusia.
b.Metta berarti belas kasih terhadap sesama makhluk. Belas kasih terhadap makhluk ini hendaknya se¬perti belas kasih seorang ibu terhadap putranya yang tunggal.
c.Karunia, kasih sayang terhadap sesama makhluk, kecenderungan untuk selalu meringankan pende¬ritaan orang lain.
d.Mudita, perasaan turut bahagia dengan kebahagiaan makhluk lain tanpa bennda, iri hati, perasaan prihatin bila makhluk lain menderita.
e.Karma (reinkarnasi). Hukum sebab akibat.
G.Toleransi dalam Perspektif dalam Agama Khonghucu
Sebagaimana agama-agama lainnya seperti telah diuraikan di atas, maka dalam agama Khonghucu jugs ditemui ajaran yang dapat mengantarkan pemeluknya untuk hidup rukun dengan pemeluk agama lainnya.
Di antara ajaran atau lima sifat yang mulia (Wu Chang) yang dipandang sebagai konsep ajaran yang dapat men¬ciptakan kehidupan harmonis antara sesama adalah :
a.Ren/Jin, cinta kasih, tabu diri, halus budi pekerti, rasa tenggang rasa serta dapat menyelami perasaan orang lain.
b.I/Gi, yaitu rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa membela kebenaran.
c.Li atau Lee, yaitu sikap sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
d.Ce atau Ti, yaitu sikap bijaksana, rasa pengertian, dan kearifan.
e.Sin, yaitu kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain serta dapat memegang janji dan menepatinya.
Memperhatikan ajaran Khonghucu di atas, terutama lima sifat yang mulia di atas di mana Khonghucu sangat menekankan hubungan yang sangat harmonis antara sesama manusia dengan manusia lainnya, di samping hubungan harmonis dengan Tuhan dan juga antara manusia dengan alam lingkungan.
Setiap penganut Khonghucu hendaknya mampu memahami dan mengamalkan kelima sifat di atas, sehingga kerukunan atau keharmonisan hubungan antar sesama dapat terwujud tanpa memandang dan membedakan agama dari keyakinan.
Jadi pada dasarnya semua agama telah memberikan ajaran yang jelas dan tegas bagaimana semestinya bergaul, berhubungan dengan pemeluk agama lain. Secara dassolen semuanya menjunjung tinggi hidup rukun, saling tolong-menolong antara pemeluk masing-masing agama, namun terkadang pemeluknya lupa atau tidak mampu mengaplikasikan ajaran, tuntunan dari agama¬nya. Terkadang dassolen dan dessain tampak tidak sejalan.
DAFTAR PUSTAKA
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-Agama, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1980
Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Adi Grafika Semarang, 1994
Pada era globalisasi saat ini, umat beragama dihadapkan pada serangkaian tantangan yang tidak terlalu berbeda dari yang pernah ada sebelumya. Perbedaan agama adalah fenomena nyata yang ada dalam kehidupan, karena itu toleransi sangat dibutuhkan. Hampir semua orang tahu bahwa Islam adalah agama yang toleran terhadap pemeluk agama dan kepercayaan lain. Sebab dalam pandangan Islam setiap orang wajib dihormati kebebasannya dalam menentukan jalan hidupnya. Kebebasan dan toleransi merupakan dua hal yang sering kali dipertentangkan dalam kehidupan manusia. Secara khusus dalam komunitas yang beragam dan akan lebih rumit ketika dibicarakan dalam wilayah agama.
Kebebasan beragama pada hakikatnya adalah dasar terciptanya kerukunan antar umat beragama. Tanpa
kebebasan beragama tidak mungkin ada kerukunan antar umat beragama. Kebebasan beragama adalah hak setiap manusia. Hak untuk menyembah Tuhan diberikan oleh Tuhan, dan tidak seorang pun yang boleh mencabutnya. Demikian juga sebaliknya, toleransi antar umat beragama adalah cara agar kebebasan beragama dapat terlindungi dengan baik. Namun yang sering kali terjadi adalah penekanan dari salah satu pihak. Kebebasan dan toleransi tidak dapat diabaikan. Untuk dapat mempersandingkannya dibutuhkan pemahaman yang benar mengenai kebebasan beragama dan toleransi antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari.
A. Pengertian Toleransi
Toleransi dalam bahasa Arab disebut “tasamuh” artinya bermurah hati, yaitu bermurah hati dalam pergaulan. Kata lain dari tasamuh ialah “tasahul” yang berarti bermudah-mudah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Toleransi yang berasal dari kata “toleran” berarti bersikap atau bersifat menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan), pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dsb) yang berbeda atau yang bertentangan dengan pendiriannya.
WJS. Poerwadarminta mengartikan toleransi dengan kelapangan dada, dalam arti suka rukun kepada siapapun, membiarkan orang lain berpendapat atau berpendirian lain, tak mau mengganggu kebebasan berpikir dan keyakinan orang lain”.
Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa toleransi mengajarkan, hendaknya kita mempunyai sifat-sifat lapang dada, berjiwa besar, luas pemahaman, pandai menahan diri, tidak memaksakan kehendak sendiri, memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berpendapat sekalipun berbeda dengan pendapat kita. Kesemuanya itu adalah dalam rangka menciptakan kerukunan hidup beragama dalam masyarakat.
Jadi toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai dengan sabar, menghormati keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Kesalahan memahami arti toleransi dapat mengakibatkan talbisul haqbil bathil (mencampuradukkan antara hak dan bathil) yakni suatu sikap yang sangat terlarang dilakukan seorang muslim, seperti halnya nikah antar agama yang dijadikan alasan adalah toleransi padahal itu merupakan sikap sinkretisme yang dilarang oleh Islam. Sinkretisme adalah membenarkan semua agama.
B. Toleransi Dalam Perspektif Agama Islam
Toleransi juga diajarkan dalam Agama Islam, bahkan dalam Islam termasuk ajaran yang sangat prinsip. Hal ini dapat dipahami dari Misi Agama Islam itu sendiri, yang mana Islam itu sendiri bermakna damai, yaitu damai dengan sesama manusia dan malah dengan makhluk lainnya. Dengan demikian ajaran toleransi, sudah terkandung dalam penamaan Islam itu sendiri.
Berlaku baik dengan sesama manusia memang sangat dianjurkan Islam. Begitu pula halnya dalam menyebarkan agama. Islam jauh-jauh sudah mengingat¬kan agar jangan memaksakan keyakinan/agamanya kepada orang lain, sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 256.
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya is Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Adapun yang dimaksud Thaghut dalam ayat di atas ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT.
Menurut riwayat Ibnu Abbas, asbabun nuzul ayat di atas berkenaan dengan Hushain dari golongan Anshar, suku Bani Salim yang mempunyai dua orang anak yang beragama Nasrani, sedang dia sendiri beragama Islam. Ia bertanya kepada Nabi saw : Bolehkah saya paksa kedua anak itu, karena mereka tidak taat padaku dan tetap ingin beragama Nasrani. Allah menjelaskan jawabannya dengan ayat di atas, bahwa tidak ada paksaan dalam Islam?"
Islam sangat menghargai eksistensi agama lain dan begitu pula dengan penganutnya. Dalam sejarah Islam tidak pernah memaksakan keyakinannya ke-pada orang lain.
Pemaksaan dalam bentuk apapun agar orang lain beriman sesuai dengan agama yang memaksa adalah tindakan tidak etis dan bertentangan dengan kemauan atau kehendak Allah. Ada beberapa ayat yang dapat menuntun umat Islam untuk mengembangkan konsep kerukunan antara sesama umat manusia. Misalnya Qur'an Surat Ali Imran ayat 103 :
Artinya :“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Selain penjelasan dari al-Qur’an masalah toleransi juga ditemui dalam hadits. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku nabi sehari-hari dalam bergaul dengan pe¬meluk agama lain.
Di antara contoh perbuatan nabi yang berkaitan dengan toleransi, misalnya pada suatu ketika datang menghadap beliau di Madinah beberapa orang delegasi Kristen dari Najran yang diketuai seorang pendeta besar. Delegasi itu beliau sambut dengan cara yang sangat hormat. Beliau buka Jubahnya dan dibentang¬kan di lantai untuk tempat duduk para tamunya itu, sehingga mereka kagum terhadap penerimaan yang luar biasa sopannya. Kemudian ketika datang waktu sem¬bahyang mereka, sedang gereja tidak ada di Madinah, maka Nabi mempersilahkan mereka sembahyang di Masjid Madinah menurut cara sembahyang mereka.
Dengan demikian semakin jelaslah ajaran keru¬kunan dalam Islam, dan ajaran tersebut pada dasarnya bersumber dari al-Quran dan sunnah Rasul. Begitu komprehensifnya ajaran Islam sehingga bagaimana membina hubungan yang harmonis antara sesama manusia sehingga terjadi ketertiban dalam kancah kehidupan ini.
C.Toleransi Dalam Perspektif Agama Kristen Katholik
Dalam ajaran agama Katholik juga ditemui konsep tentang kerukunan, hal ini sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Konsili Vatikan II tentang sikap, Gereja terhadap, agama-agama lain didasarkan pada asal kisah rasul-rasul 17 : 26 sebagai berikut: “Adapun segala bangsa itu merupakan satu masyarakat dan asalnya pun satu juga, karena Tuhan menjadikan seluruh bangsa ma¬nusia untuk menghuni seluruh bumi."
Dalam bagian lain dari Mukadimah Deklarasi tersebut disebutkan : "Dalam zaman kita ini, di mana bangsa, manusia makin hari makin erat bersatu, hubungan antara bangsa menjadi kokoh, gereja lebih seksama mempertimbangkan bagaimana hubungannya dengan agama-agama Kristen lain. Karena tugasnya memeli¬hara persatuan dan perdamaian di antara manusia dan juga di antara para bangsa, maka di dalam deklarasi ini gereja mempertimbangkan secara istimewa apakah kesamaan manusia dan apa yang menarik mereka untuk hidup berkawan."
Deklarasi konsili Vatikan II di atas berpegang teguh pada hukum yang paling utama, yakni "Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu dan dengan segenap, hal budimu dan dengan segenap kekuatanmu dan kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri.
Isi deklarasi di atas menggambarkan bagaimana bahwa pada dasamya manusia itu memiliki hak yang sama, tidak boleh membeda-bedakannya mesti mereka berlainan agama. Sikap saling hormat-menghormati agar kehidupan menjadi rukun sangat dianjurkan.
D.Toleransi dalam Perspektif Agama Protestan
Sebagaimana halnya agama Kristen Katholik, dalam agama Protestan jugs menganjurkan agar antar sesama umat manusia selalu hidup rukun dan harmonis. Agama Protestan beranggapan bahwa aspek ke¬rukunan hidup beragama dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih yang merupakan norma dan pedoman hidup yang terdapat dalam Al Kitab. Hukum Kasih ter¬sebut ialah mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia.
Menurut agama Protestan, Kasih adalah hukum utama dan yang terutama dalam kehidupan. orang Kristen. Dasar kerukunan menurut agama Kristen Protestan didasarkan pada Injil Matins 22:37.
E.Toleransi dalam Perspektif Agama Hindu
Dalam agama Hindu diajarkan pula tentang ma¬salah kerukunan. Pandangan agama Hindu untuk mencapai kerukunan hidup antarumat beragama, manusia harus mempunyai dasar hidup yang dalam agama Hindu disebut dengan Catur Purusa Artha, yang mencakup Dharma, Artha, Kama, dan Moksha.
Dharma berarti susila atau berbudi luhur. Dengan Dharma seseorang dapat mencapai kesempurnaan hidup, baik untuk diri sendiri, keluarga, dan masyarakat. Artha, berarti kekayaan dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan hidup. Mencari harta didasarkan pada Dharma. Kama berarti kenikmatan dan kepuasan. Kama pun harus diperoleh berdasarkan Dharma. Moskha ber¬arti kebahagiaan abadi, yakni terlepasnya atman dari lingkaran samsara. Moskha merupakan tujuan akhir dari agama Hindu yang setiap saat selalu dicari sampai berhasil. Upaya mencari Moskha juga mesti berdasarkan Dharma. Keempat dasar inilah yang merupakan titik tolak terbinanya kerukunan antarumat beragama. Ke¬empat dasar tersebut dapat memberikan sikap hormat-menghormati dan harga menghargai keberadaan umat beragama lain. Tidak saling mencurigai dan saling me¬nyalahkan.
F.Toleransi dalam Perspektif Agama Budha
Pandangan agama Budha mengenai kerukunan hidup umat beragama dapat dicapai dengan melalui 4 jalan kebenaran. Yakni :
1.Hidup adalah suatu penderitaan (dukha).
2.Penderitaan disebabkan karena keinginan yang rendah (samudaya).
3.Apabila keinginan rendah dapat dihilangkan maka penderitaan akan berakhir.
4.Jalan untuk menghilangkan keinginan rendah ialah dengan melaksanakan 8 jalan utama (1. Keper¬cayaan yang benar. 2. Niat/pikiran yang benar. 3. Ucapan yang benar. 4. Perbuatan yang benar. 5. Kesadaran yang benar. 6. Mata pencaharian/usaha yang benar. 7. Daya upaya yang benar. 8. Semadhi/ pemusatan pikiran yang benar).
Dalam pengajaran Budha Gautama kepada ma¬nusia telah dilaksanakan dengan dasar :
a.Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat ditembus oleh pikiran manusia.
b.Metta berarti belas kasih terhadap sesama makhluk. Belas kasih terhadap makhluk ini hendaknya se¬perti belas kasih seorang ibu terhadap putranya yang tunggal.
c.Karunia, kasih sayang terhadap sesama makhluk, kecenderungan untuk selalu meringankan pende¬ritaan orang lain.
d.Mudita, perasaan turut bahagia dengan kebahagiaan makhluk lain tanpa bennda, iri hati, perasaan prihatin bila makhluk lain menderita.
e.Karma (reinkarnasi). Hukum sebab akibat.
G.Toleransi dalam Perspektif dalam Agama Khonghucu
Sebagaimana agama-agama lainnya seperti telah diuraikan di atas, maka dalam agama Khonghucu jugs ditemui ajaran yang dapat mengantarkan pemeluknya untuk hidup rukun dengan pemeluk agama lainnya.
Di antara ajaran atau lima sifat yang mulia (Wu Chang) yang dipandang sebagai konsep ajaran yang dapat men¬ciptakan kehidupan harmonis antara sesama adalah :
a.Ren/Jin, cinta kasih, tabu diri, halus budi pekerti, rasa tenggang rasa serta dapat menyelami perasaan orang lain.
b.I/Gi, yaitu rasa solidaritas, senasib sepenanggungan dan rasa membela kebenaran.
c.Li atau Lee, yaitu sikap sopan santun, tata krama, dan budi pekerti.
d.Ce atau Ti, yaitu sikap bijaksana, rasa pengertian, dan kearifan.
e.Sin, yaitu kepercayaan, rasa untuk dapat dipercaya oleh orang lain serta dapat memegang janji dan menepatinya.
Memperhatikan ajaran Khonghucu di atas, terutama lima sifat yang mulia di atas di mana Khonghucu sangat menekankan hubungan yang sangat harmonis antara sesama manusia dengan manusia lainnya, di samping hubungan harmonis dengan Tuhan dan juga antara manusia dengan alam lingkungan.
Setiap penganut Khonghucu hendaknya mampu memahami dan mengamalkan kelima sifat di atas, sehingga kerukunan atau keharmonisan hubungan antar sesama dapat terwujud tanpa memandang dan membedakan agama dari keyakinan.
Jadi pada dasarnya semua agama telah memberikan ajaran yang jelas dan tegas bagaimana semestinya bergaul, berhubungan dengan pemeluk agama lain. Secara dassolen semuanya menjunjung tinggi hidup rukun, saling tolong-menolong antara pemeluk masing-masing agama, namun terkadang pemeluknya lupa atau tidak mampu mengaplikasikan ajaran, tuntunan dari agama¬nya. Terkadang dassolen dan dessain tampak tidak sejalan.
DAFTAR PUSTAKA
Jirhanuddin, Perbandingan Agama Pengantar Studi Memahami Agama-Agama, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1980
Humaidi Tatapangarsa, Akhlak yang Mulia, Jakarta: Bulan Bintang, 1991
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: CV. Adi Grafika Semarang, 1994
2 komentar:
Bagus................
Mantap..............
krusornya indah sekali hehe..
mantab mantab..
Posting Komentar