A. Pandangan Islam Tentang Alam Semesta
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa tumpuan kajian Filsafat Pendidikan Islam adalah konsep dasar tentang pendidikan Islam, sedangkan obyek bahasan pendidikan Islam itu sendiri adalah manusia, khususnya umat Islam yang mendiami alam semesta. Dengan demikian, bagaimana eksistensi alam semesta dilihat dari posisi manusia, menjadi bagian dari kajian mendalam dan menyeluruh filsafat pendidikan Islam.
Ada sejumlah wahyu Allah yang mengisyaratkan dan menjelaskan keberadaan alam semesta kaitannya dengan kedudukan manusia baik sebagai hamba Allah maupun warga alam semesta, diataranya :
1. Surah Al Mulk ayat 15 yang artinya :"Dia yang menjadikan bumi bagimu dengan mudah kamu jalani, karena itu berjalan lah kamu pada beberapa penjuru bumi dan makanlah rejeki Allah dan kepada-Nya tempat kembali".
2. Surah Al Baqarah ayat 29 yang artinya : "Dialah (Allah) yang telah menjadikan segala yang ada di bumi ini untuk kamu .......”.
3. Surah Luqman ayat 20 yang artinya : "Tidaklah kamu lihat bahwa Allah telah memudahkan untukmu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi dan Ia telah menyempurnakan atas kamu nikmat-nikmat-Nya baik yang lahir maupun yang batin".
Dengan dalil-dalil naqli di atas dapat disimpulkan bahwa Islam memandang keberadaan alam semesta atau Allah menciptakan alam semesta untuk memenuhi kepentingan manusia. Karena itu, alam semesta menjadi sumber, bahan/materi, metode, media dan lingkungan dalam rangka mewujudkan tujuan hidup umat manusia melalui perwujudan tujuan pendidikan Islam yang identik dengan tujuan kehidupan.
B. Kedudukan Manusia dalam Alam Semesta
Suatu pertanyaan yang harus dijawab bagaimana kedudukan, posisi dan/atau fungsi manusia sebagai bagian dari alam semesta yang diciptakan Allah?. Zuhairini, dkk. (1995) merumuskan kedudukan manusia dalam alam semesta sebagai berikut:
1. Sebagai pemanfaat dan penjaga kelestarian Allah, didasarkan pada surah Al-Jum'at ayat 10 dan Al Bagarah ayat 60;
2. Sebagai peneliti alam dan dirinya untuk mencari Tuhan, didasarkan surah Al Baqarah ayat 164, Al-Fathir ayat 11 & 13
3. Sebagai khalifah (penguasa) di muka bumi, didasarkan pada surah Al-An'am ayat 165;
4. Sebagai makhluk yang paling tinggi dan mulia, didasarkan surah At-Tin ayat 4 dan Al-Isra ayat 70
5. Sebagai hamba Allah SWT. sesuai surah Al Imran ayat 83
6. Sebagai makhluk yang bertanggungjawab, didasarkan pada surah At-Takasur ayat 8, dan An-Nur ayat 24-25 ;
7. Sebagai makhluk yang dapat didik dan mendidik, sesuai surah Al Baqarah ayat 31 dan Al-Alaq ayat 1-5.
Abuddin Nata (1997) berpendapat kedudukan manusia di alam raya sebagai khalifah yang memiliki kekuasaan untuk mengelola alam dengan menggunakan segenap daya dan potensi yang dimilikinya, serta sebagai 'abd, yaitu seluruh usaha dan aktivitasnya harus dilakukan dalam rangka ibadah kepada Allah SWT.
Menelaah posisi manusia baik sebagai khalifah maupun sebagai ‘abd (hamba Allah) hanya dalam rangka identifikasi posisi saja, sesungguhnya kedua posisi dimaksud sulit untuk dibedakan secara tegas. Posisi manusia sebagai khalifah berkuasa dan bertugas mengelola alam semesta untuk memenuhi kebutuhan manusia guna melaksanakan fungsi kehidupannya. Ini berarti manusia melaksanakan fungsi / tugas pengabdiannya kepada Allah antara lain dengan mengimplementasikan perintah khalik mengelola alam dengan sebaik-baiknya. Posisi manusia sebagai ‘abd (hamba Allah) berarti ia berkewajiban memaknai semua usaha dan kegiatannya sebagai ikhtiar dan realisasi pengelola alam raya dengan kekuasaan yang dimilikinya guna memenuhi kebutuhan hidup. Pada dasarnya kedudukan manusia di alam raya hanya sebagai hamba Allah dan khalifah, sedangkan posisi lainnya merupakan penjabaran dari kedua kedudukan tadi.
C. Potensi Pendidikan Manusia
Cara yang tepat untuk mengembangkan dan memelihara fitrah manusia adalah melalui pendidikan, karena pendidikan (al-Tarbiyah) mencakup berbagai dimensi : badan, akal, perasaan, kehendak dan seluruh unsur kejiwaan manusia serta bakat-bakat dan kemampuannya.
Dengan adanya pendidikan ini maka dapat diketahui bakat dan kemampuan anak didik, sehingga bakat dan kemampuan tersebut dapat dibina dan dikembangkan.
Jika dilihat dari segi kemampuan dasar paedagogis, manusia dipandang sebagai Homo Edukandum yaitu makhluk yang harus dididik, oleh karena itu, manusia dikatagorikan sebagai animal educable, yaitu makhluk sebangsa hewan yang dapat dididik. Manusia dapat dididik karena manusia mempunyai akal, mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan (homo sapiens), disamping manusia juga memiliki kemampuan untuk berkembang dan membentuk dirinya sendiri (self-forming).
Akal dapat menghasilkan hal-hal yang berfaedah seperti :
1. Akal dapat menghasilkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
2. Akal itu menuntun umat manusia dalam mencari jalan-jalan yang benar dan baik.
3. Akal dapat memberi kepuasan dalam usaha memecahkan persoalan-persoalan hidup.
4. Akal dapat membentuk disiplin terhadap tenaga-tenaga kepribadian yang lebih rendah (tenaga-tenaga jasmaniah, karsa dan rasa).
Sebaliknya akal juga dapat menghasilkan :
1. Mancari jalan ke arah perbuatan-perbuatan yang sesat.
2. Dapat lagi mencari-cari alasan untuk membenarkan perbuatan-perbuatan yang sesat itu (rasionalisasi).
3. Dapat pula menghasilkan kecongkangan dalam diri manusia bahwa akal itu dapat mengetahui segala-galanya (rationalisme).
Hematnya, dalam proses pendidikan, pengembangan potensi manusia ini tidaklah hanya dititikberatkan pada akal saja, akan tetapi juga pada akhlak dan amal. Dan istilah pendidikannya juga pada afektif dan psikomotorik. Agar Proses Belajar Mengajar (PBM) berdaya guna dan berhasil guna maka harus memperhatikan ketiga domain ini. Benjamin S. Bloom dkk, (1974) mengklasifikasikan ketiga domain ini, yaitu :
1. Kemampuan Kognitif (The Cognitive Domain)
2. Kemampuan afektif (The Effective Domain)
3. Kemampuan Psikomotor (The Psychomotor Domain)
Berikutnya, dalam usaha mencapai efisiensi dalam belajar, menggerakkan kognisi (mengetahui), afeksi (merasa) dan konasi (berbuat) merupakan kegiatan yang perlu mendapat perhatian yang cukup. Tujuannya tidak lain adalah agar anak didik mengalami perkembangan kepribadian yang utuh (integral) dan seimbang sesuai dengan pandangan bahwa manusia itu bersifat psikosomatis. (Barnadib, 1987). Dalam bukunya yang lain Imam Barnadib (1996) mengatakan bahwa dalam pengajaran setidak-tidaknya perlu memperhatikan 3 aspek penting, yaitu :
1. Intelek, yaitu pengetahuan berpikir kritis, kreatif, logis dan objektif.
2. Emosi, yaitu memperhalus perasaan dalam arti mengenal baik dan buruk.
3. Motorik, yaitu keterampilan, kecakapan, baik dalam mental maupun fisik.
Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut diatas, diharapkan potensi manusia dapat tumbuh dan berkembang serta tujuan pendidikan Islam dapat tercapai, yaitu merealisasikan pemahaman kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara social sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
0 komentar:
Posting Komentar